MEMAHAMI KETENTUAN ISLAM TENTANG JINAYAH
MATERI FIQH MA KELAS XI
Laporan
ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah
Strategi
Pembelajaran Fiqih
Dosen Pengampu :
Drs. Sukirman,
M. Ag
Disusun
oleh:
Nurman Aryant (113111289)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2014
Jinayat
yaitu pembahasan mengenai tindakan kejahatan mengenai pembunuhan dan penganiayaan
serta sangsi hukumnya seperti qishash, diyat dan kifarat.
A.
PEMBUNUHAN
a.
Pengertian
Pembunuhan
Membunuh
artinya melenyapkan nyawa seseorang, baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja,
dengan alat yang mematikan atau tidak mematikan.
b.
Macam-macam pembunuhan
Pembunuhan
ada 3, yaitu:
1.
Pembunuhan yang
dilakukan dengan sengaja, yaitu
pembunuhan yang telah direncanakan dengan memakai alat yang biasanya mematikan
seseorang; dikatakan membunuh dengan sengaja apabila pembunuh tersebut, baligh
dan mempunyai niat atau rencana untuk melakukan pembunuhan, memakai alat yang
biasanya mematikan manusia. Pembunuhan dengan sengaja antara lain dengan
membacok korban, menembak dengan senjata api, memukul dengan benda keras,
menggilas dengan mobil, mengalirkan listrik ke tubuh si korban dan sebagainya.
2.
Pembunuhan
seperti disengaja, yaitu
pembunuhan yang terjadi sengaja dilakukan oleh orang mukallaf dengan alat yang
biasanya tidak mematikan. Perbuatan ini tidak diniatkan untuk membunuh, mungkin
sekali dengan main-main. Misalnya dengan sengaja memukul orang lain dengan
cambuk ringan atau dengan mistar, akan tetapi yang terkena pukul kemudian
meninggal.
3.
Pembunuhan
tersalah, yaitu pembunuhan karena kesalahan/
keliru semata-mata, tanpa direncanakan dan tanpa maksud sama sekali. Misalnya
seseorang melempar batu atau menembak burung akan tetapi terkena orang kemudian
meninggal.
c.
Dasar Hukum
Larangan Membunuh
Membunuh adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam, Karena Islam
menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia.
Firman
Allah Swt :
(33)….. وَلَا تَقْتُلُوا
النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
Artinya
:“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
melainkan dengan suatu alasan yang benar”. (QS. Al Isra: 33)
d.
Hukuman bagi
Pelaku Pembunuhan Tanpa Hak
1.
Pembunuhan yang
disengaja
Hukuman bagi pelaku pembunuhan yang disengaja adalah qishash,
artinya si pembunuh harus dibunuh juga, sebagaimana dia telah membunuh orang
lain. Pelaksana qishash adalah hakim, tidak boleh menghakimi sendiri.Tetapi
apabila keluarga si terbunuh memaafkan maka pelaku pembunuhan wajib membayar
diyat mughallazhah (denda berat).Pembayaran diyat ini diambil dari harta si
pembunuh dan harus diberikan kepada keuarga si terbunuh dengan tunai. (QS.
Al-Baqoroh: 178).
2.
Pembunuhan
seperti disengaja
Hukuman bagi pelaku pembunuhan seperti disengaja tidak diqishash
melainkan diwajibkan membayar diyat mughallazhah atas keluarga yang terbunuh,
dan dibayar secara berangsur kepada keluarga terbunuh selama tiga tahun, setiap
tahun dibayar sepertiganya.
Rasulullah
saw bersabda yang artinya:
“Ingatlah
bahwa denda bagi pembunuhan tersalah seperti sengaja itu kalau dengan cambuk
dan tongkat ialah seratus ekor unta, empat puluh diantaranya sedang bunting.”
(Hadits di takhrijkan oleh Abu Daud, Nasa’I dan Ibnu Majah).
3.
Pembunuhan
tersalah
Hukuman terhadap pelaku pembunuhan tersalah tidak diqishash,
melainkan diwajibkan membayar diyat mukhaffafah (denda ringan) yang harus
dibayar oleh keluarga pembunuh kepada keluarga terbunuh.Bayaran itu dilakukan
selama tiga tahun, tiap tahun sepertiganya.Selain harus membayar diyat,
pembunuh tersalah juga harus membayar kifarat.
Firman
Allah swt :
(92)… وَمَنْ قَتَلَ
مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى
أَهْلِهِ..
Artinya : “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah) ia harus memerdekakan seseorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh).” (QS.
An-Nisa :92).
e.
Hikmah larangan
membunuh
Islam menerapkan hukuman yang begitu tepat guna memelihara
kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelakau perbuatan pembunuhan diancam
dengan pembunuhan di duia (qishash) dan akhirat (neraka jahanam) dengan maksud
agar tak seorangpun yang akan berani melakukan perbuatan itu. Bagi manusia
sebagai anggota masyarakat adanya ancaman tersebut memberikan pelajaran agar
tidak mencoba melakukan perbuatan keji itu. Sehingga merasa takut dan cemas
dalam kehidupan akan sirna, dan akhirnya masyarakat memperoleh keamanan dan
ketentraman yang sebenarnya. (DEPAG: 2002, hal 207-215)
B.
QISHASH
a.
Pengertian
Qishash
Menurut syara’ qishash ialah
melakukan pembalasan yang sama (serupa) terhadap perbuatan atau pembunuhan atau
melukai atau perusakan anggota badan atau menghilangkan manfaat anggota badan
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
b.
Hukum Qishash
Qishash sebagai bentuk hukuman bagi
pelaku pembunuhan atau pelaku pelaku penghilangan manfaat/ fungsi anggota
badan, disyari’atkan dalam Islam. Ketentuan qishash ini dijelaskan dalam
al-Qur’an antara lain Firman Allah Swt:
وَكَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ
وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ
وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ لَمْ
يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (45)
Artinya : “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka
di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan
mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka
luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka
melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.Barangsiapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang zalim.” (QS. Al-Maidah : 45)
c.
Macam-macam
Qishash
Berdasarkan pengertian dan hukum qishash yang telah
diterangkan di atas, maka qishash terdiri dari dua macam, yaitu:
1.
Orang yang terbunuh terpelihara darahnya,
artinya orang tindak pidana pembunuhan.
2.
Qishash anggota badan yakni qishash bagi
pelaku tindak pidana melukai, merusak atau menghilangkan manfaat / fungsi
anggota badan.
d.
Syarat-syarat Qishash
Hukum qishash wajib dilaksanakan apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya,
artinya orang jahat. Seseorang mukmin yang membunuh orang kafir, orang murtad
atau pezina tidak dikenakan qishash, tetapi dijatuhi hukuman lain menurut
pertimbangan hakim.
Denda berat (Diyat
Mughaldlah) dalam tradisi hukum islam sering berupa unta atau memerdekakan
budak. Hal ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi masyarakat arab pada saat
itu. Meskipun ada alternatif sanksi hukum lainnya, bila tidak dipenuhi
alternatif pertama. Dalam rangka pelestarian habitat unta yang semakin langka,
tentu saja denda yang berupa ratusan unta betina itu layak dipertimbangkan
untuk diganti dengan barang atau uang yang senilai dengan denda yang mesti
dipenuhinya.
2. Pembunuh sudah baligh dan berakal
3. Pembunuh bukan bapak dari terbunuh
Tidak wajib qishash bagi bapak yang membunuh anaknya,
akan tetapi wajib qishash bagi anak yang membunuh bapaknya. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah saw:
Artinya: “Dari Umar bin Khattab ia berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: tidak boleh bapak diqishash sebab
(membunuh) anaknya.” (HR. Turmudzi)
4. Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan
orang yang membunuh atau tidak lebih rendah, seperti islam denga islam, merdeka
dengan merdeka, hamba dengan hamba. Firman Allah swt:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman
diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita.”
(QS. Al-Baqoroh: 178)
5. Qishash itu dilakukan dalam hal yang sama,
jiwa dengan jiwa, anggota badan dengan anggota badan seperti mata dengan mata,
telinga dengan telinga dan sebagainya. Firman Allah SWT:
Artinya:“Dan kami telah tetapkan terhadap
meraka didalamnya (At-Taurat) bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan
mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luapun
ada qishashnya.”(QS. Al Maidah: 45)
e. Pembunuhan oleh massa
Apabila sekelompok atau beberapa orang secara
bersama-sama membunuh seseorang, maka mereka (para pembunuh) harus diqishash.
Hal tersebut berdasarkan pendapat Umar bin Khatab dan dia sendiri pernah
melaksanakan hukum bunuh tersebut terhadap beberapa orang yang secara
bersama-sama telah membunuh seseorang di tempat sunyi. Dalam suatu riwayat
disebutkan:
Artinya: “Dari Said bin Musayyab Umar ra.
Telah menghukum bunuh lima atau enam orang yang telah membunuh seorang
laki-laki secara tipuan ditempat sunyi. Kemudian ia berkata: andaikata semua
penduduk sun’a secara bersama-sama membunuhnya niscaya akan aku bunuh semua.”
(H.R. Syafi’i)
f. Qishash pada anggota badan
Semua anggota tubuh ada qishash, demikian dinyatakan oleh
Allah swt dalam firman-Nya:
Artinya:“Dan kami telah tetapkan terhadap
meraka didalamnya (At-Taurat) bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan
mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luapun
ada qishashnya.”(QS. Al Maidah: 45)
g. Hikmah qishash
Hukum qishash baik jiwa ataupun qishash anggota badan
dapat menimbulkan pengaruh positif, antara lain:
1. Dapat memberikan pelajaran pada kita bahwa
neraca keadilan harus ditegakkan. Betapa tinggi nilai jiwa dan tubuh manusia.
Nyawa dibayar dengan nyawa, anggota tubuh dibayar denagn anggota tubuh pula.
2. Dapat memelihara keamanan dan ketertiban
dengan adanya ancaman qishash mendorong orang untuk berfikir lebih jauh bila
ada niat melakukan pembunuhan atau penganiayaan. Lebih jauh dari itu setiap
orang sadar akan menjauhkan diri nafsu membunuh dan melukai orang lain sehingga
masyarakat aman dan damai.
3. Dapat mencegah terjadinya pertentangan dan
permusuhan yang mengundang terjadinya pertumpahan darah. Dengan hukum qishsah
membantu pemerintah dalam usaha memberantas kejahatan, keamanan dan ketertiban
dan hidup penuh kedamaian terhindar dari permusuhan dan terjamin. Ditegaskan
dalam firman Allah swt:
Artinya: “Dan dalam qishash itu ada jaminan
(kelangsungan hidup bagimu) hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.”
(QS. Al Baqarah : 179)
C.
DIYAT
1.
Pengertian Diyat
Diyat adalah sejumlah harta yang wajib diberikan
kepada pihak yang terbunuh. Diyat berlaku atas perbuatan pembunuhan atau
melukai atau menghilangkan manfaat anggota badan. Diyat disyari’atkan dengan
maksud mencegah perampasan jiwa atau penganiayaan terhadap manusia yang harus
dipelihara keselamatan jiwanya.
2.
Sebab-sebab ditetapkan Diyat
Diwajibkan membayar diyat atas pihak yang
pembunuh dengan sebab:
a.
Dimaafkan oleh pihak keluarga terbunuh maka tidak berlaku
qishash, melainkan wajib memberikan diyat kepada keluarga terbunuh.
b.
Pelaku pembunuhan lari akan tetapi sudah diketahui dengan
jelas identitasnya. Diyat bagi yang lari dibebankan kepada ahli watis pembunuh
c.
Sukar melaksanakan qishash yaitu perbuatan melukai
anggota tubuh.
3.
Macam-macam dan contoh diyat
Diyat ada dua macam yaitu diyat berat (mughaladlah)
dan diyat ringan (mukhaffafah):
a.
Diyat mughaladlah ialah harus membayar dengan 100 ekor
unta, terdiri dari 30 ekor hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun), 30 ekor
jadzaan (unta betina berumur 4-5 tahun), dan 40 ekor khilfah (unta betina yang
buntung), diwajibkan kepada:
1). Pembunuhan yang dilakukan sengaja, tetapi
kemudian dimaafkan oleh keluarga yang terbunuh. Maka pembayaran diyat sebagai
pengganti qishash. Diyat
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Barang siapa yang membunuh dengan
sengaja, (hukumannya) harus menyerahkan diri kepada (keluarga terbunuh)
menghendaki dapat mengambil qishash, dan jika mereka menghendaki (tidak
mengambil qishash), mereka dapat mengambil diyat berupa 30 ekor hiqqah (unta
betina berumur 3-4 tahun), 30 ekor jadzaan (unta betina berumur 4-5 tahun), dan
40 ekor khilfah (unta betina yang buntung)”. (HR. Turmudzi)
2).Pembunuhan seperti disengaja. Diyat
mughaladlah pada pembunuhan seperti disengaja wajib dibayar oleh keluarga
pembunuh dan diangsur selama 3 tahun, setiap tahun dibayar sepertiganya.
3). Pembunuhan ditanah haram, atau pada
bulan-bulan haram, atau pembunuhan terhadap muhrim pembunuh. Diyat mughaffafah
dapat menjadi diyat mughaladlah apabila terjadi tiga hal tersebut di atas, hal
ini disebabkan islam menghormati tiga hal tersebut. Maka selayaknya
pembunuhan atau hal itu mendapat hukuman
yang lebih besar.
b.
Diyat mukhaffafah berupa 100 ekor unta, terdiri dari 20
ekor hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun), 20 ekor jadzaan (unta betina
berumur 4-5 tahun), 20 ekor unta labun (unta betina berumur lebih dari 2
tahun), 20 ekor unta ibnu labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun) dan 20
ekor unta makhad (unta betina berumur lebih dari 1 tahun). Diyat mukhaffafah
diwajibkan atas pembunuhan tersalah dibayar oleh keluarga pembunuh da diangsur
tiga tahun, tiap tahun sepertiganya.
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Diyat Khatha itu diperrincikan
lima macam hewan, ialah 20 ekor unta berumur 4 tahun, 20 ekor unta berumur 5
tahun, 20 ekor unta betina berumur 1 tahun masuk tahun kedua, 20 ekor unta umur
2 tahun masuk tahun ke tiga dan 20 ekor unta jantan umur 2 tahun masuk tahun
ketiga.” (HR. Daruquthni).
Apabila pembunuh atau keluarga pembunuh tidak
dapat membayar diyat dengan unta, maka dapat diganti dengan uang seharga unta
tersebut.
4.
Diyat karena kejahatan melukai atau memotong anggota
tubuh
Ketentauan diyat karena kejahatan penganiayaan, yaitu melukai atau
memotong anggota tubuh adalah sebagai berikut:
a.
Wajib membayar satu diyat penuh, apabila memotong anggota
tubuh dua tangan, dua kaki, hidung dan telinga, dua mata, lidah, bibir tempat
keluarnya bicara, penglihatan atau pendengaran dan kemaluan laki-laki. Pelaku
pemotongan anggota tubuh di atas harus diqishash, atau kalau dimaafkan keluarga
terbunuh harus membayar satu diyat berupa 100 ekor unta atau seharganya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir,
Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “ Pada (memotong) dua kaki satu
diyat penuh.”
b.
Wajib membayar setengah diyat, apabila memotong salah
satu dari anggota tubuh yang dua-dua, satu kaki, satu tangan, satu telinga dan
sebagainya. Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “Dalam merusak satu telinga wajib
membayar 50 ekor unta”.(H.R. Baihaqi dan Daruquthni)
c.
Wajib membayar sepertiga diyat, apabila melukai anggota
tubuh antara lain melukai kepala sampai ke otak atau melukai badan sampai ke
perut.
d.
Wajib membayar diyat berupa:
1)
15 ekor unta bagi luka sampai terkelupas kulit di atas
tulang.
2)
10 ekor unta bagi luka yang mengakibatkan putusnya
jari-jari baik jari tangan maupun jari kaki.
3)
5 ekor unta bagi luka yang mengakibatkan patah sebuah
gigi, atau luka sampai terkelupas daging.
Adapun ketentuan-ketentuan
terhadap pemotongan, menghilangkan fungsi atau membuat cacat anggota badan yang
belum ada ketentuan hukumnya sebagai tersebut di atas diserahkan sepenuhnya
kepada kebijaksanaan hakim. Hukum-hukum yang diserahkan kepada kebijaksanaan
hakim kerena belum ada ketentuan hukum disebut ta’zir.
5.
Hikmah diyat
Dalam ketentuan-ketentuan denda (diyat) terhadap tindak pidana
pembunuhan atau penganiayaan terkandung hikmah yang sangat besar sebagai alat
untuk mencegah pertumpahan darah, dan sebagai obat hati dari rasa dendam.
Diyat sebagai alat pencegah pertumpahan darah dapat kita pahami karena
bagi pembunuh tinggal dua pilihan: dibunuh atau dimaafkan oleh ahli waris
korban dengan membayar denda. Bagi keluarga terbunuh tinggal memilih dua
pilihan : membalas membunuh atau melukai atau memberi maaf dengan meminta ganti
rugi (diyat) yang dipilih. Maka berarti rasa dendam hati telah hilang pada diri
korban atau keluarganya, dengan demikian maka hati kembali bersih dari
kebencian dan kemarahan, maka berarti dia (denda) dapat mencegah pertumpahan
darah berkepanjangan.
Meskipun rasa sakit hati, dendam kebencian dan kemarahan tidak akan
hilang begitu saja dengan diterimanya sejumlah uang atau barang sebagai ganti
ruginya, tetapi karena penerimaan terhadap sejumlah denda atau ganti rugi
(diyat) yang didorong oleh sikap batin yang lebih mendasar yaitu “memaafkan”
maka diyat merupakan obat atau rasa ikut berduka da tanda permohonan maaf serta
persahabatan kembali dari orang yang pernah melukai.
(DEPAG :2002, hal. 222-227)
D. KIFARAT
1.
Pengertian Kifarat
Kifarat adalah sejenis denda yang wajib dibayar oleh seseorang yang
telah mengerjakan perbuatan tertentu yang telah dilarang oleh Allah SWT.
Kifarat sebagai tanda taubat kepada Allah SWT.
2.
Kifarat Pembunuhan
Agama islam sangat melindungi jiwa, tidak boleh menumpahkan darah tanpa
sebab-sebab tertentu sesuai dengan ajaran agama islam. Untuk itu seseorang yang
membunuh orang lain, maka ia harus menyerahkan diri untuk dibunuh atau dia
membayar diyat (denda) maka dia diwajibkan juga membayar kifarat.
Adapun kifarat pembunuhan memerdekakan hamba
sahaya muslim atau dia wajib puasa dua bulan berturut-turut. Firman Allah SWT
Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang
mu’min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman
serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu),
kecuali mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum
(kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah
si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh)
serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barang siapa yang tidak
memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan
berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah.” (An-Nisa’:92)
Persoalan yang cukup menarik dalam kaitannya
dengan kifatrat (denda) bagi seorang pembunuh dalam ayat di atas adalah
memerdekakan hamba sahaya (budak). Budak dalam pengertian klasik kalau mau
diterapkan pada masa sekarang tentu saja menjadi tidak mudah untuk
mendapatkannya. Untuk itu perlu adanya telaah ulang tentang pengertian budak.
Hanya saja ditemukannya berbagai kasus penganiayaan terhadap pembantu rumah
tangga, dan pemberian beban pekerjaan yang mlebihi kapasitas kemempuan manusia
normal seorang manusia maupun perlakuan semena-mena yang dilakuka majikannya,
dapat dijadikan alternatif pemikiran bahwa pembantu rumah tangga seperti ini
dapat dikategorikan sebagai seorang budak atau hamba sahaya. Oleh karena itu
kifarat (denda) hamba sahaya (budak), tidak ada salahnya sesuai dengan realitas
yang ada dalam kehidupan masyarakat modern seperti sekarang ini dapat diganti
dengan memerdekakan dalam arti mengentaskan para pembantu rumah tangga tersebut
menjadi seorang yang mandiri dalam
kehidupannya. Hal ini sebenarnya sangat sesuai dengan (semangat) ajaran islam
itu sendiri.
Kemudian dalam ayat ini Allah juga menyatakan:
Artinya: “Barang siapa yang tidak
memperolehnya maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut
dan sebagai penerimaan taubat dari Allah” (QS An Nisa’ :92)
Dalam ayat tersebut hanya dinyatakan tentang
pembunuha tersalah sedangakan pembunuhan yang sengaja dan pembunuhan seperti
sengaja tidak disebutkan Tuhan.
Tetapi Imam Syafi’i ayat di atas dapat dipahami dengan qiyas aulawi
yaitu apabila pembunuhan karena tersalah saja diwajibkan membayar kifarat
apabila kifarat pembunuhan yang disengaja meskinya lebih-lebih lagi diwajibkan.
Sebab jika keluarga terbunuh tidak berdamai berarti orang yang membunuh harus
menjalani hukuman mati, dan sebelum ia dihukum mati ia membayar kifarat
terlebih dahulu, sebab maksud dari kifarat adalah sebagai bukti taubat kepada
Allah swt karena hak Allah.
Mengenai kifarat juga dijelaskan oleh
Rasulullah SAW:
Artinya: “Dari Wailah Asqa’i ia berkata:
pernah kami datang kepada Nabi SAW, dalam perkara seorang sahabat kami, yang
semestinya masuk neraka sebab pembunuhan, maka bersabda Rasulullah SAW:
“merdekakanlah, seeorang budak perempuan dan nanti Allah akan memerdekakan
anggota-anggota badan yang membunuh itu dari api neraka dengan tiap-tiap
anggota badan budak yang dimerdekakan itu.” (H.R. Abu Daud)
3.
Hikmah Kifarat Pembunuhan
Apabila keluarga terbunuh memaafkan pembunuh maka gugurlah qishash dan
wajib si pembunuh membayar diyat dan kifarat. Gugurnya qishash berarti bebaslah
si pembunuh dari hukum dunia. Sedangkan ancaman sangsi diakhirat tetap berlaku.
Jika diyat dapat berfungsi sebagai tanda taubat Allah SWT. Dengan melihat
nilai-nilai kifarat, dapat pula diambil pelajaran betapa tingginya derajat dan
martabat manusia sebagai makhluk Allah yang mulia dan terhormat di atas makhluk
Allah yang lain. (DEPAG :2002, hal. 228-230)